Jumat, 07 November 2008

Buah HatiKu Sayang, Dan Kan Tetap Ku Sayang

Setelah sekian lama bergelut di dunia pendidikan (SDIT), banyak hal yang dapat dipelajari dan dikerjakan. Segala rutinitas seorang guru yang "tidak biasa" (karena berbeda dengan tuntutan guru SD umum lainnya), seringkali membuat kita merasa cukup sibuk, melelahkan, bahkan stres. . .





Namun profesi sebagai seorang guru SDIT menuntut kita untuk selalu melakukan/memberikan yang terbaik. Sikap sabar, ramah (friendly) terhadap siswa, orang tua, maupun teman sesama guru merupakan sikap-sikap yang harus terus dipertahankan dan dikembangkan.





Mulai pukul 7.20-15.30 (rentang waktu yang tidak sebentar bukan?) sudah harus bergelut dengan profesi sebagai seorang guru. Memberi ilmu pengetahuan dan mendidik para peserta didik agar kelak bisa menjayakan Al Islam dengan penuh ikhlas dan sabar.





Dan sudah sepatutnya pula jika kita sudah berada di lingkungan sekolah, maka kita juga harus sudah melupakan untuk sementara waktu semua masalah-masalah yang berhubungan dengan keluarga (tidak ada hubungannya dengan sekolah/pembelajaran).





Karena untuk mendidik seorang anak (siswa,red) kita harus "siap" baik secara lahir maupun bathin (emosi). Karena jika kita "siap", para peserta didik tentu akan merasa nyaman untuk menghabiskan sekian banyak waktu dalam hidupnya untuk berinteraksi dengan kita selama berada di sekolah. Dan sudah sunnatullah juga, kita secara otomatis akan senantiasa menjaga ucapan/kata-kata yang keluar dari mulut kita saat berinteraksi selama di sekolah, menghindari menyalahkan perbuatan seorang siswa yang sebenarnya memang bersalah (tapi kita lebih pada mengarahkan), dan senantiasa memotivasi siswa/i yang memang membutuhkan dorongan.





Mengapa kita melakukan hal-hal tersebut?





Ya, karena mereka adalah asset sekolah yang sangat berharga dan harus kita jaga/service sebaik mungkin untuk kelangsungan hidup suatu instansi sekolah dan karis kita sebagai guru, khususnya. Sudah menjadi rahasia umum, dampak dalam segi "materi" akan dapat secara langsung kita rasakan. Dan bukan tidak mungkin bila kita berlaku sebaliknya maka asset tersebut akan pergi meninggalkan kita dan pada akhirnya kita pula yang akan terkena dampaknya.





Namun, sudahkah kita melakukan hal-hal baik di atas terhadap buah hati kita? Dimana kita tidak merasakan "dampak langsung" yang kita terima bila kita membina/membimbing para peserta didik di sekolah. Astagfirullaahal 'Adziim.





Sudahkah kita sedemikian sabarnya (berkata lemah lembut, membelai bukan mencubit/memukul, mengayomi) kepada buah hati kita, seperti saat kita bersama para peserta didik di sekolah dengan segala kenakalan/keributannya serta kekurangan dan kelebihannya?





Seringkali buah hati kita justru mendapat perlakuan yang sebaliknya (menjadi korban dari ketidak pandaian kita dalam me-manage hati dan pikiran). Mereka kerap menjadi objek "penderita", karena kita sudah cukup lelah dengan rutinitas keseharian kita. Kita menjadi tidak cukup sabar saat harus mendampingi buah hati kita saat belajar di rumah. Kita akan dengan mudah mengeluarkan kata-kata yang tidak seharusnya, bahkan menjadi sedemikian ringan tangannya (mencubit bahkan memukul). Innalillah.





Bukankah dengan kita bersikap demikian akan membuat buah hati kita jauh dari kita dan bahkan mungkin akan meninggalkan kita? Untuk kemudian ananda mencari figur lain yang bisa membuatnya merasa lebih nyaman bila berada didekatnya. Naudzubillah ...





Mengapa tidak kita coba untuk memposisikan buah hati kita sama seperti siswa/i di sekolah? Sadarilah, sesungguhnya buah hati kita adalah titipan Allah yang sewaktu-waktu mungkin akan diambil kembali oleh pemilik-Nya (Siapkah kita?). Bukankah sudah seharusnya kita memberikan lebih banyak kesabaran, lebih banyak senyuman, lebih banyak belaian, lebih banyak kata-kata yang baik, dan lebih banyak-lebih banyak lainnya? Bukan tidak mungkin jika kita bisa memperlakukan buah hati kita sama seperti kita memperlakukan para peserta didik di sekolah, kita akan mendapat "Double Success!". Sukses menciptakan peserta didik dan buah hati kita khususnya yang siap menyongsong masa depannya. Subhanallah ... Amiin.





Sahabatku ...


Mulai detik ini mari kita sama-sama berazzam untuk dapat belajar lebih bijaksana dan lebih-lebih lainnya dalam berinteraksi dengan buah hati kita. Berikan mereka segala kelebihan-kelebihan yang berikan pada para peserta didik di sekolah. Bahkan bila mungkin dengan porsi yang lebih pula. Sesungguhnya buah hati itu adalah amanah dari Allah, yang belum tentu setiap orang bisa memilikinya (diberi amanah tersebut).





Ananda ...


Maafkan orang tuamu yang belum pandai berlaku adil dalam membimbing dan mendidikmu. Mari kita sama-sama istighfar dan mohon ampun kepada Allah sebelum terlambat. Ya Allah ... Tolong bimbing hamba-Mu.





From Your Best Friend,





Siti Nurhawati

2 komentar:

Anonim mengatakan...

touched writing. keep writing.

Bundanya ZnZ mengatakan...

uhuk..uhuk..terharu nih.
maka sentuhlah anak-anakmu dengan cinta dan kasih karena sesungguhnya mereka adalah amanah dan investasi luar biasa yang telah Allah SWT titipkan kepada kita. Investasi yang tidak sekedar berkembang mengikuti deret aritmatika tetapi mungkin deret geometri jika kita sering menyentuhnya. maka sentuhlah dengan hati...