Jumat, 28 November 2008

SEhat ItOE Mahal LOHH

Islam sebagai Dien merupakan pedoman hidup yang mengatur dan membimbing manusia yang berakal untuk kebahagian mereka didunia dan akhirat. sisi-sisi kehidupan manusia sekecil apapun telah menjadi perhatian islam, termasuk dal;am hal ini yang berkaitan dengan kesehatan. ia merupakan nikmat Allah yang luar biasa nilainya, karena itu ia merupakan amanah yang menjadi kewajiban bagi setiap pribadi untuk menjaganya dengan memelihara kesehatan secara sungguh-sungguh.

kesehatan adalah sesuatu yang sangat vital sekali bagi kehidupan manusi, disamping kebutuhan sandang, pangan dan papan, karena kesehatan merupakan sarana dalam mencapai kehidupan yang bahagia. kebutuhan hidup yang tersedia tidak akan berguna dan menjadi hambar apabila tidak diiringi dengan kesehatan badan. bahkan Islam menanjurkan kepada setiap muslim yang sakit untuk berobat kepada ahlinya dan perbuatan tersebut juga bernilai ibadah sebagaimana yang pernah disabdakan Rasulullah Saw. "Berobatlah wahai hamba-hamba Allah, karena sesungguhnya Allah tidaklah menurunkan suatu penyakit, kecuali telah diturunkan pula obatnya, selain penyakit yang satu yaitu penyakit tua (pikun)." (HR.Ahmad, Ibnu Hibban dan Al-Hakim).


MS

Rabu, 19 November 2008

Pagi yang istimewa di kereta (renungan)

Hari Rabu lalu, seperti biasa saya naik kereta ekonomi Jakarta-Depok dari stasiun Sawah Besar, sambil menunggu kereta datang, saya mencari kursi yang masih kosong di peron tunggu, ada beberapa pilihan tempat dan saya pilih duduk di sebelah seorang bapak (usianya sekitar 60an) karena yang lainnya dekat dengan orang yang merokok dan saya menghindari kursi tersebut. Tidak lama setelah saya duduk, bapak tersebut menyapa "pramukanya murid atau guru?"
mendengar pertanyaan itu saya tersenyum dan menjawab "guru", rupanya bapak ini menyapa karena melihat saya memakai pakaian pramuka. Sang bapak kemudian melanjutkan dengan cerita bahwa dia seorang pramuka tanpa pensiun, kegiatan pramuka merupakan hobi dan jiwanya, pengalamannya malang melintang ke dalam dan luar negeri mengikuti acara Jambore, dia juga menceritakan latar belakangnya sebagai seorang pensiunan pimpinan Pertamina dan cerita lainnya mengalir begitu saja. Terlihat sekali beliau merasa nyaman bercerita dengan saya, dan yang saya lakukan hanyalah menjadi seorang pendengar yang baik dan mencoba belajar dari pengalamannya.

Kereta pun datang dan obrolan kami berlanjut di dalam kereta, semakin lama semakin banyak ilmu yang dapat saya ambil dan cerita bukan lagi sekedar cerita, tapi sudah berubah menjadi sebuah nasehat panjang dan renungan. Diantara beberapa ceritanya dia meminta saya sebagai seorang guru untuk bisa melatih disiplin dan kemandirian kepada murid karena itu akan menjadi sebuah dasar bagi setiap anak dalam kehidupannya, dan penerapan yang baik akan menjadikan sebuah karakter bagi anak, karena salah satu kendala bangsa ini adalah kurang disiplin dan kurang mandiri, terlalu banyak bergantung pada orang dan tidak menyadari kemampuan yang dimiliki.

Beliau juga menceritakan tentang Pertamina yang terkenal korupsinya, dan mengenai hal ini beliau menceritakan tindakan yang pernah beliau ambil dalam menangani pekerja yang berada di bawah pimpinannya atau mencoba mengingatkan rekan pimpinan lainnya dengan sebuah nasehat yang menurut saya cukup simple. Beliau mengatakan sebuah ayat Al Qur'an yang intinya bahwa Allah menciptakan manusia adalah untuk beribadah kepada-Nya. Berdasarkan hal tersebut, maka setiap tindakan kita adalah sebuah ibadah yang ditujukan kepada Allah dan jika kita merasa hal tersebut adalah baik maka teruskan saja tindakan kita karena kelak Allah yang akan menilainya dan memberikan ganjarannya. Beliau bercerita bahwa itu salah satu caranya mengingatkan teman-teman di Pertamina " kalau korupsi itu adalah ibadah bagimu, maka lanjutkanlah dan nikmatilah karena kelak Allah akan membalasnya". Rupanya cara tersebut cukup efektif karena mereka jadi berfikir dan menggunakan hatinya. Mendengar cerita tersebut saya jadi berpikir kembali akan semua hal yang telah saya lakukan, semoga hal-hal baik yang telah saya lakukan adalah ibadah dan amalan baik bagi saya dan Allah ridho dan memberikan yang terbaik pula pada saya. amin.

Walaupun sudah cukup panjang beliau bercerita, kami belum saling mengenal, dan saya memberanikan diri berkenalan dan meminta no.telponnya, selanjutnya percakapan dua arah seputar keluarga dan pekerjaan saya. Tanpa terasa, kereta tiba di stasiun Depok dan percakapan kami pun harus di akhiri dan berpisah karena arah tujuan kami berbeda.
Sepanjang perjalanan ke sekolah saya bersyukur karena masih ada orang-orang bijak seperti beliau dan juga bersyukur karena melalui bapak itu Allah telah mengingatkan saya kembali akan tujuan hidup di dunia ini yaitu untuk beribadah kepada Allah. Semoga saya dapat selalu melakukan yang terbaik dan Allah memberikan ridho-Nya.amin.

Well, belajar itu memang sepanjang waktu dan kita dapat belajar di mana saja, kapan saja dan dengan siapa saja, bahkan dari orang yang tidak kita kenal. Di kereta api yang kumuh dan sesak pun Allah tetap memberikan limpahan rahmat dan ilmu-Nya...semoga kita semua bisa selalu mengambil hikmah dari setiap peristiwa dan menjadi orang-orang yang bijak.

RR

Jumat, 14 November 2008

I'm Unique (Special)

Setiap kita adalah pemenang. Karena kemenangan yang kita raih itulah, kita bisa sampai ke dunia ini. Subhanallah.
Oleh karena itu, yakinkan diri bahwa jika kita senantiasa mencoba untuk selalu melakukan berbagai hal secara maksimal maka insya Allah hasil terbaiklah yang kan kita raih. Kita juga harus pandai-pandai mencari hikmah seandainya Allah belum mengizinkan kita untuk selalu mendapatkan yang terbaik.
Demikian pula dengan keseharian kita sebagai seorang guru di sekolah. Tidak jarang kita sebagai seorang guru mendapatkan komentar dari beberapa orang tua maupun siswa/i, yang konteksnya "membandingkan perlakuan-perlakuan" kita dengan guru-guru yang pernah berinteraksi dengan siswa dan orang tua sebelumnya. Dan seringkali pula komentar-komentar yang kurang menyenangkanlah yang sampai ke telinga kita, sehingga kadang sedikit banyak cukup membuat kenyamanan kita dalam kegiatan KBM terganggu.
Satu hal yang perlu kita ingat bersama, setiap kita adalah "unik". Setiap kita adalah "pemenang". Setiap kita adalah "spesial".
Jadi, mulai sekarang mari kita sama-sama belajar untuk berani "menerima kritik" dengan kacamata positif. Berani "introspeksi diri". Berani untuk mau "belajar" dan "bertanya" mengenai rahasia keberhasilan orang lain. Agar kita bisa sama-sama maju untuk menciptakan generasi masa depan yang kita cita-citakan bersama.
Setiap kita adalah teman. Setiap kita adalah saudara. Kalaupun akhirnya harus ada persaingan, bersainglah secara "sehat".
We can do it.

- Nung -
Tips berkomunikasi dengan anak :
· Dekati anak ketika berbicara dengan mereka
· Berjongkoklah hingga tinggi Anda selevel dengan anak
· Lakukan eye contact
· Gunakan komunikasi yang efektif
(Janet Gonzales-Mena, Foundation of Early Childhood Education, 2005)

Senin, 10 November 2008

lebih mudah mengingat dengan soal cepat

Ini adalah pengalamanku selama kurang lebih 2 tahun saya mengajar mata pelajaran IPS, yang mana pelajaran ini termasuk pelajaran yang kurang disukai oleh anak-anak SD, karena begitu banyaknya materi yang harus dihafal dan kebanyakan anak-nak malas untuk membaca, padahal sebetulnya pelajaran IPS itu menjadi mudah ketika kita rajin membaca dan mengulang-ulangnya karena tidak butuh pemahaman yang detail seperti halnya pelajaran Math atau IPA. inilah diantara yang saya lakukan ketika saya mengajar IPS.

Pertama biasanya saya menjelaskan pelajaran dengan bercerita dengan mengurutkan tahun atau mngelompokkan sesuai dengan pokok bahasan. contoh, ketika saya mengajarkan tentang kerajaan-kerajaan yang ada di Indonesia maka saya akan memulainya dari kerajaan yang pertama kali ada di Indonesia kemudian kerajaan-kerajaan berikutnya. tapi jika hanya dengan cerita saja biasanya anak-anak mudah sekali lupa maka setelah itu biasanya saya lakukan langkah yang kedua, yaitu dengan memberikan soal secara cepat, dengan cara saya bacakan soalnya dan anak hanya menuliskan jawabannya dan jeda waktu antara satu soal ke soal yang lain hanya kurang lebih 5-10 detik, ini dilakukan untuk mengurangi kemungkinan anak mencontek temennya. jika ini dilakukan berulang-ulang maka anak-anak akan terbiasa dan ketika dilakukan lagi anak-anak sudah lebih siap. Atau anak-anak disuruh untuk membaca materinya terlebih dahulu kemudian kita berikan soal dari materi yang dibaca dengan cara membacakan soal dan anak-anak hanya menuliskan jawabanya saja.

Kelebihan dari cara ini, kita sebagai guru dapat mendeteksi satu per satu pemahaman anak dengan materi yang kita berikan, anak-anak lebih mudah mengingat dengan materi yang kita berikan, anak-anak lebih terpacu untuk membaca karena jika tidak membaca tidak akan dapat membaca.
inilah sedikit pengalaman saya ketika akau mengajarkan IPS, yang nilai akhir anak-anak pada waktu ujian tertinggi 9,4 dan terendah 6,2. terimakasih semoga bermanfaat.



Mas'ud

Minggu, 09 November 2008

just laugh


Rafi, salah seorang mantan murid TK-ku sering memberikan komentar-komentar yang terkadang terdengar "ajaib" untuk anak seusianya. Di kelas, ia memiliki seorang "musuh" yang sering dikritiknya, namanya Dimas. Suatu hari, si Dimas ini bertengkar dengan Fajr, salah seorang temannya yang lain. Lalu si Rafi dengan semangat berapi-api memanas-manasi Fajr agar membalas perkataan Dimas.
"Balas aja, Fajr! Emang ni Dimas, sukanya gangguin temen!" katanya. Aku yang mendengar ucapan Rafi, kontan keluar tanduk.
"Udah, deh, Rafi, jangan ngompor-ngomporin!" ujarku.
Lalu, Rafi membalas, "Bunda!" sahutnya marah, "AKU BUKAN KOMPOR!"

Sabtu, 08 November 2008

Jumat, 07 November 2008

Buah HatiKu Sayang, Dan Kan Tetap Ku Sayang

Setelah sekian lama bergelut di dunia pendidikan (SDIT), banyak hal yang dapat dipelajari dan dikerjakan. Segala rutinitas seorang guru yang "tidak biasa" (karena berbeda dengan tuntutan guru SD umum lainnya), seringkali membuat kita merasa cukup sibuk, melelahkan, bahkan stres. . .





Namun profesi sebagai seorang guru SDIT menuntut kita untuk selalu melakukan/memberikan yang terbaik. Sikap sabar, ramah (friendly) terhadap siswa, orang tua, maupun teman sesama guru merupakan sikap-sikap yang harus terus dipertahankan dan dikembangkan.





Mulai pukul 7.20-15.30 (rentang waktu yang tidak sebentar bukan?) sudah harus bergelut dengan profesi sebagai seorang guru. Memberi ilmu pengetahuan dan mendidik para peserta didik agar kelak bisa menjayakan Al Islam dengan penuh ikhlas dan sabar.





Dan sudah sepatutnya pula jika kita sudah berada di lingkungan sekolah, maka kita juga harus sudah melupakan untuk sementara waktu semua masalah-masalah yang berhubungan dengan keluarga (tidak ada hubungannya dengan sekolah/pembelajaran).





Karena untuk mendidik seorang anak (siswa,red) kita harus "siap" baik secara lahir maupun bathin (emosi). Karena jika kita "siap", para peserta didik tentu akan merasa nyaman untuk menghabiskan sekian banyak waktu dalam hidupnya untuk berinteraksi dengan kita selama berada di sekolah. Dan sudah sunnatullah juga, kita secara otomatis akan senantiasa menjaga ucapan/kata-kata yang keluar dari mulut kita saat berinteraksi selama di sekolah, menghindari menyalahkan perbuatan seorang siswa yang sebenarnya memang bersalah (tapi kita lebih pada mengarahkan), dan senantiasa memotivasi siswa/i yang memang membutuhkan dorongan.





Mengapa kita melakukan hal-hal tersebut?





Ya, karena mereka adalah asset sekolah yang sangat berharga dan harus kita jaga/service sebaik mungkin untuk kelangsungan hidup suatu instansi sekolah dan karis kita sebagai guru, khususnya. Sudah menjadi rahasia umum, dampak dalam segi "materi" akan dapat secara langsung kita rasakan. Dan bukan tidak mungkin bila kita berlaku sebaliknya maka asset tersebut akan pergi meninggalkan kita dan pada akhirnya kita pula yang akan terkena dampaknya.





Namun, sudahkah kita melakukan hal-hal baik di atas terhadap buah hati kita? Dimana kita tidak merasakan "dampak langsung" yang kita terima bila kita membina/membimbing para peserta didik di sekolah. Astagfirullaahal 'Adziim.





Sudahkah kita sedemikian sabarnya (berkata lemah lembut, membelai bukan mencubit/memukul, mengayomi) kepada buah hati kita, seperti saat kita bersama para peserta didik di sekolah dengan segala kenakalan/keributannya serta kekurangan dan kelebihannya?





Seringkali buah hati kita justru mendapat perlakuan yang sebaliknya (menjadi korban dari ketidak pandaian kita dalam me-manage hati dan pikiran). Mereka kerap menjadi objek "penderita", karena kita sudah cukup lelah dengan rutinitas keseharian kita. Kita menjadi tidak cukup sabar saat harus mendampingi buah hati kita saat belajar di rumah. Kita akan dengan mudah mengeluarkan kata-kata yang tidak seharusnya, bahkan menjadi sedemikian ringan tangannya (mencubit bahkan memukul). Innalillah.





Bukankah dengan kita bersikap demikian akan membuat buah hati kita jauh dari kita dan bahkan mungkin akan meninggalkan kita? Untuk kemudian ananda mencari figur lain yang bisa membuatnya merasa lebih nyaman bila berada didekatnya. Naudzubillah ...





Mengapa tidak kita coba untuk memposisikan buah hati kita sama seperti siswa/i di sekolah? Sadarilah, sesungguhnya buah hati kita adalah titipan Allah yang sewaktu-waktu mungkin akan diambil kembali oleh pemilik-Nya (Siapkah kita?). Bukankah sudah seharusnya kita memberikan lebih banyak kesabaran, lebih banyak senyuman, lebih banyak belaian, lebih banyak kata-kata yang baik, dan lebih banyak-lebih banyak lainnya? Bukan tidak mungkin jika kita bisa memperlakukan buah hati kita sama seperti kita memperlakukan para peserta didik di sekolah, kita akan mendapat "Double Success!". Sukses menciptakan peserta didik dan buah hati kita khususnya yang siap menyongsong masa depannya. Subhanallah ... Amiin.





Sahabatku ...


Mulai detik ini mari kita sama-sama berazzam untuk dapat belajar lebih bijaksana dan lebih-lebih lainnya dalam berinteraksi dengan buah hati kita. Berikan mereka segala kelebihan-kelebihan yang berikan pada para peserta didik di sekolah. Bahkan bila mungkin dengan porsi yang lebih pula. Sesungguhnya buah hati itu adalah amanah dari Allah, yang belum tentu setiap orang bisa memilikinya (diberi amanah tersebut).





Ananda ...


Maafkan orang tuamu yang belum pandai berlaku adil dalam membimbing dan mendidikmu. Mari kita sama-sama istighfar dan mohon ampun kepada Allah sebelum terlambat. Ya Allah ... Tolong bimbing hamba-Mu.





From Your Best Friend,





Siti Nurhawati

Orang Tua Siswa. Lawan? atau Teman?

Suatu hari saya menyaksikan seorang orang guru yang bersungut-sungut setelah bertemu dengan salah satu orang tua muridnya. Sambil menggerutu guru tersebut tanpa ba bi bu melintas di hadapan saya dengan wajah kesalnya.

Beberapa hari kemudian saya menyaksikan lagi pemandangan yang sama. Namun kali ini terjadi pada guru yang berbeda. Demikian seterusnya dari hari ke hari. Hingga akhirnya saya tertarik untuk mencari cari tahu apa sebenarnya yang terjadi (sumber masalahnya).

Dan akhirnya, setelah beberapa hari saya mengamati, menganalisa, dan mendata fenomena-fenomena yang temukan di lapangan. Saya berhasil mengumpulkan banyak sekali informasi mengenai "si orang tua murid" tersebut.

Berikut beberapa fenomena yang berhasil saya kumpulkan, diantaranya:
* Orang tua murid tersebut kerapkali menulis "surat cinta" (demikian istilah para guru bila
mendapat surat dari orang tua murid melalui buku penghubung) yang menanyakan perihal
perkembangan anaknya maupun program-program kelas. Surat cinta tersebut ternyata
cukup membuat si guru yang mungkin memang cukup banyak pekerjaannya merasa cukup
terganggu (bertambah pekerjannya hanya untuk menjawab surat cinta yang tidak hanya
sekali dua kali)
* Dan ternyata sebelum sang guru menangani siswa tersebut, ia sudah lebih dulu
mendapat informasi dari guru-guru yang sebelumnya mengajar si siswa mengenai berbagai
hal yang berhubungan dengan orang tua siswa tersebut. Hingga akhirnya tertanamlah dalam
pikiran sang guru bahwa si orang tua siswa tersebut "begini" dan "begitu" (adanya
pelabelan).
* Dikarenakan si orang tua siswa menyekolahkan dua orang anaknya di sekolah tersebut, maka
baik guru si adik maupun si kakak mempunyai "frame" yang sama terhadap orang tua
tersebut. Ditambah lagi saat para guru berkumpul di kantor, maka makin bertambahlah rasa
ketidaksukaan sang guru terhadap orang tua siswa tersebut akibat informasi-informasi yang
didengar. Hingga pada puncaknya hubungan antara guru dan orang tua siswa tersebut
seperti "kucing dan tikus". Betapa tidak, sang guru yang tahu jam-jam kedatangan si siswa
di sekolah akan langsung "sok sibuk" demi menghindar untuk tidak bertemu dengan si orang
tua bahkan sampai sembunyi di kantor guru. Dan lebih ekstrim lagi, jika dari jauh terlihat si
orang tua murid akan melewati jalan yang sama dengan jalan sang guru. Maka sang guru
lebih memilih jalan lain demi tidak berpapasan dengan si orang tua. Masya Allah ...

Berdasarkan fenomena-fenomena di atas saya coba melakukan "PDKT" dengan orang tua yang nota bene bukan siswa kelas saya untuk membina hubungan baik dan mencoba menyelami apa yang sebenarnya diharapkan dari orang tua tersebut. Dan alhamdulillah dalam waktu yang tidak terlalu lama saya berhasil mengurai benang merahnya. Namun setelah itu teman-teman menjuluki orang tua murid tersebut sebagai sahabat saya. Baik di saat rapat guru maupun saat ngobrol santai seringkali teman-teman mengunakan kode "itu tuh temannya Bu Nung", jika sedang membahas hal-hal yang berhubungan dengan orang tua siswa. Tapi tak apalah, jika saya dapat menjadi mediator yang dapat memberi manfaat bagi orang banyak mengapa tidak?

Akhirnya saya sampai pada kesimpulan bahwa ternyata orang tua tersebut hanya butuh teman/tempat untuk mau "berbagi" ide-ide, usul, dan saran mengenai kegiatan pembelajaran yang diharapkan akan memberi dampak positif bagi siswa/i (kedua anaknya, pada khususnya). Dan terlihat cukup "loyal" dalam hal dukungan kegiatan pembelajaran. Jadi, jangan hanya karena kita tidak mau mendapat kerjaan "extra" maka kita lebih memilih untuk menghindar.

Jika boleh jujur, kita sama-sama mengakui kalau selama ini kita memang belum cukup pandai untuk bisa "mendengar". Padahal sesungguhnya jika kita mau meluangkan sedikit waktu untuk mau "mendengar", insya Allah apa yang kita anggap sebagai lawan akan berubah teman bahkan sahabat sekalipun. Sahabat yang senantiasa mensupport apa yang kita programkan tanpa harus kita minta. Karena keberhasilan seorang siswa sangat ditentukan dengan adanya kerjasama yang harmonis antara guru dan orang tua murid. Bukankah kita akan sangat terbantu jika ada orang tua yang sangat mendukung program-program sekolah secara "loyal". Karena sesungguhnya bersama-sama jauh lebih baik daripada sendiri. Berat sama dipikul, ringan sama dijinjing.

Janganlah kita berlaku/bertindak atas dasar prasangka-prasangka. Karena sesungguhnya takdir Allah itu sesuai prasangka mu. Wallahu 'alam.

Untuk teman-teman seperjuangan.

Love,

Siti Nurhawati

Baru Belajar

Setiap manusia punya kewajiban belajar